DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN
Distribusi pendapatan adalah konsep
yang lebih luas dibandingkan kemiskinan karena cakupannya tidak hanya
menganalisa populasi yang berada dibawah garis kemiskinan.Kebanyakan
dari ukuran dan indikator yang mengukur tingkat distribusi pendapatan
tidak tergantung pada rata-rata distribusi, dan karenanya membuat ukuran
distribusi pendapatan dipertimbangkan lemah dalam menggambarkan
tingkat kesejahteraan.
Masalah utama dalam distribusi
pendapatan sebuah daerah adalah ketidakmerataan pendapatan antar kelompok masyarakat dalam daerah
tersebut, oleh karenanya sering juga disebut tingkat ketidakmerataan atau kesenjangan. Ketidakmerataandistribusi pendapatan tersebut diakibatkan banyak hal
terutama:
- Perbedaan dalam hal kepemilikan faktor-faktor produksi terutama stok modal antar kelompok masyarakat. Teori Neo-Klasik menjelaskan bahwa ketidakmerataan distribusi pendapatan yang diakibatkan oleh kepemilikan faktor capital stock ini secara otomatis dapat diperbaiki oleh upaya pelimpahan dari pendapatan pemilik modal yang berlebih kepada pihak yang kekurangan. Bilamekanisme otomatis tidak dapat berjalan maka teori Keynesian mengandalkan peranan pemerintah dalam melakukan subsidi pada pihak yang kekurangan dantentunya mutlak diperlukan pula kebijakan pemerintah dalam upaya redistribusi pendapatan.
- Ketidaksempurnaan Mekanisme Pasar (Market Failure) yang menyebabkan tidak terjadinya mekanisme persaingan sempurna. Tidak berjalannya mekanisme persaingan ini karena:
- perbedaan kepemilikan faktor produksi (sebagaimanatelah dijelaskan);
- timpangnya akses informasi;
- intervensi pemerintah;serta
- keterkaitan antara pelaku ekonomi dengan pihak pemerintah yangkemudian mendistorsi pasar (biasanya kebijakan pemerintah dalam satu kebijakantentang perlindungan industri tertentu misalnya).
Ada dua indikator yang dapat digunakan untuk mengukur distribusi
pendapatan suatu negara yaitu :
1.
Koefisien Gini (Gini Ratio)
Koefisien gini adalah analisis yang digunakan
untuk mengukur distribusi pendapatan masyarakat pada suatu daerah atau negara
pada suatu periode. Atau juga bisa diartikan sebagai rasio (perbandingan)
antara luas bidang yang diarsir dengan luas segitiga OPE. Koefisien Gini
biasanya diperlihatkan oleh kurva yang disebut KurvaLorenz seperti
yang diperlihatkan kurva di bawah ini:
- Sumbu horizontal melambangkan presentase komulatif penduduk.
- Sumbu fertikal melambangkan presentase pendapatan yang diterima oleh masing-masing persentase penduduk.
- Garis diagonal ditengah kurva adalah garis kemerataan sempurna, karena semua titik pada garis tersebut adalah posisi dimana pendapatan di distribusikan secara merata dengan sempurna, yaitu persentase penduduk yang sama dengan persentase penerimaan pendapatan.
- Daerah yang diarsir menggambarkan besarnya ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi.
Semakin jauh jarak garis Kurva Lorenz dari garis kemerataan
sempurna, semakin tinggi tingkat ketidakmerataannya, dan sebaliknya. Pada kasus
ekstrim, jika pendapatan didistribusikan secara merata, semua titik akan
terletak pada garis diagonal dan daerah A akan bernilai nol. Sebaliknya pada
ekstrem lain, bila hanya satu pihak saja yang menerima seluruh pendapatan, luas
A akan sama dengan luas segitiga sehingga angka koefisien Gininya adalah satu
(1). Jadi suatu distribusi pendapatan makin merata jika nilai koefisien Gini
mendekati nol (0). Sebaliknya, suatu distribusi pendapatan dikatakan makin
tidak merata jika nilai koefisien Gininya mendekati satu.
Tabel berikut ini memperlihatkan patokan yang mengatagorikan
ketimpangan distribusi berdasarkan nilai koefisien Gini.
Nilai Koefisien Gini
|
Distribusi Pendapatan
|
.... < 0,4
|
Tingkat ketimpangan rendah
|
0,4 < 0,5
|
Tingkat ketimpangan sedang
|
.... > 0,5
|
Tingkat ketimpangan tinggi
|
Dan standart nilai koefisien gini dapat diperlihatkan dengan tabel berikut:
Nilai Koefisien Gini
|
Distribusi Pendapatan
|
.... < 0,4
|
Tingkat ketimpangan rendah
|
0,4 < 0,5
|
Tingkat ketimpangan sedang
|
.... > 0,5
|
Tingkat ketimpangan tinggi
|
2. Kriteria Bank Dunia
Selain
koefisien gini, dalam menilai pendapatan nasional dapat menggunakan
kriteria yang ditetapkan oleh Bank Dunia. Bank Dunia mengukur
ketimpangan distribusi pendapatan suatu negara dengan melihat besarnya
kontribusi 40% penduduk termiskin terhadap pendapatan atau pengeluaran
nasional. Kriterianya dapat dilihat pada tabel berikut.
Distribusi Pendapatan
|
Tingkat Ketimpangan
|
Kelompok 40% termiskin pengeluarannya
< 12% dari keseluruhan pengeluaran
|
Tinggi
|
Kelompok 40% termiskin pengeluarannya
12%–17% dari keseluruhan pengeluaran
|
Sedang
|
Kelompok 40% termiskin pengeluarannya
> 17% dari keseluruhan pengeluaran
|
Rendah
|
Kemiskinan adalah
keadaan di mana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan
dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.
Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini
secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari
segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut
ilmiah yang telah mapan, dll.
Kemiskinan menurut BPS dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi
ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan (diukur
dari sisi pengeluaran). Menurut Friedman dalam Mudrajad Kuncoro (1997),
Kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan dalam mengakumulasikan basis
kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi: modal produktif,
sumber keuangan, organisasi sosial dan politik, jaringan sosial,
pengetahuan dan keterampilan, dan informasi yang berguna untuk kemajuan
hidup.
Sharp, et.al (1996) mencoba mengidentifikasi penyebab kemiskinan
dipandang dari sisi ekonomi. Pertama, secara mikro kemiskinan muncul
karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang
menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang. Kedua, kemiskinan muncul
akibat perbedaan dalam kualitas SDM. Ketiga, kemiskinan muncul akibat
perbedaan akses dalam modal.
Pengaruh Ketimpangan Distribusi Pendapatan Terhadap Kemiskinan
Penghapusan kemiskinan dan berkembangnya ketidakmerataan distribusi
pendapatan merupakan salah satu inti masalah pembangunan,terutama di
Negara Sedang Berkembang.
Todaro dan Smith (2004), mengatakan penanggulangan kemiskinan dan
ketimpangan distribusi pendapatan merupakan inti dari semua masalah
pembangunan dan merupakan tujuan utama kebijakan pembangunan di banyak
daerah.
Menurut Todaro (2000), Pengaruh antara ketimpangan distribusi pendapatan
terhadap kemiskinan dipengaruhi oleh adanya peningkatan jumlah
penduduk. Pertambahan jumlah penduduk cenderung berdampak negatif
terhadap penduduk miskin, terutama bagi mereka yang sangat miskin.
Sebagian besar keluarga miskin memiliki jumlah anggota keluarga yang
banyak sehingga kondisi perekonomian mereka berada di garis kemiskinan
semakin memburuk seiring dengan memburuknya ketimpangan pendapatan atau
kesejahteraan.
Penyebab dari kemiskinan adalah adanya ketidaksamaan pola kepemilikan
sumber daya yang selanjutnya akan menimbulkan distribusi pendapatan yang
timpang.
Adapun dampak rendahnya tingkat pendapatan penduduk terhadap pembangunan adalah:
- Rendahnya daya beli masyarakat menyebabkan pembangunan bidang ekonomi kurang berkembang baik.
- Tingkat kesejahteraan masyarakat rendah menyebabkan hasil pembangunan hanya banyak dinikmati kelompok masyarakat kelas sosial menengah ke atas.
Untuk meningkatkan pendapatan masyarakat (kesejahteraan masyarakat),
sehingga dapat mendukung lancarnya pelaksanaan pembangunan pemerintah
melakukan upaya dalam bentuk:
- Menekan laju pertumbuhan penduduk.
- Merangsang kemauan berwiraswasta.
- Menggiatkan usaha kerajinan rumah tangga/industrialisasi.
- Memperluas kesempatan kerja.
- Meningkatkan GNP dengan cara meningkatkan barang dan jasa
Komentar
Posting Komentar