ANALISIS JURNAL


NAMA            : TAMARA ISTYQOMALASARI
NPM               : 26218968
KELAS           : 2EB04


PENERAPAN KONSEP HUKUM PEMBANGUNAN EKONOMI DALAM UPAYA PENCEGAHAN EKSPLOITASI PEKERJA ALIH DAYA

*      PERMASALAHAN

Putusan MK No. 27/PUU-IX/2011 perihal Pengujian UU Ketenagakerjaan terhadap UUD 1945 termasuk putusan yang tidak konstitusional bersyarat (conditionally unconstitutional), yaitu sebagai berikut:

Frasa “perjanjian kerja waktu tertentu” dalam Pasal 65 ayat (7) dan frasa “perjanjian kerja untuk waktu tertentu” dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/ buruh.

Selain itu dalam pertimbangan hukum Putusan MK No. 27/PUU-IX/2011, MK juga berpendapat bahwa untuk menghindari perusahaan melakukan eksploitasi pekerja/buruh hanya untuk kepentingan keuntungan bisnis tanpa memperhatikan jaminan dan perlindungan atas hak-hak pekerja/buruh untuk mendapatkan pekerjaan dan upah yang layak, dan untuk meminimalisasi hilangnya hak-hak konstitusional para pekerja outsourcing, Mahkamah perlu menentukan perlindungan dan jaminan hak bagi pekerja/buruh.

Lebih lanjut MK mengatakan, dalam hal ini ada dua model yang dapat dilaksanakan untuk melindungi hak-hak pekerja/buruh. Pertama, dengan mensyaratkan agar perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan yang melaksanakan pekerjaan outsourcing tidak berbentuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), melainkan berbentuk “perjanjian kerja waktu tidak tertentu”. Kedua, menerapkan prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja/ buruh (Transfer of Undertaking Protection of Employment atau TUPE) yang bekerja pada perusahaan yang melaksanakan pekerjaan outsourcing.


*      PEMBAHASAN

·         Tinjauan Umum tentang Pekerja Alih Daya
Umumnya alih daya merupakan tindakan pengalihkan pekerjaan atau jasa ke pihak ketiga, sedangkan tujuan utama alih daya pada dasarnya adalah untuk:

1.      Menekan biaya.
2.      Berfokus pada kompetensi pokok.
3.      Melengkapi fungsi yang tak dimiliki.
4.      Melakukan usaha secara lebih efisien dan efektif.
5.      Meningkatkan fleksibilitas sesuai dengan perubahan situasi usaha.
6.      Mengontrol anggaran secara lebih ketat dengan biaya yang sudah diperkirakan.
7.      Menekan biaya investasi untuk infrastruktur internal

Praktik alih daya di Indonesia diatur dalam UU Ketenagakerjaan dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kepmenakertrans) No. 101/Men/VI/2004 tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh yang ditetapkan pada 25 Juni 2004 serta Kepmenakertrans No. 220/Men/X/2004 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain yang ditetapkan pada 19 Oktober 2004.
Namun demikian, kedua Kepmenakertrans tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi sejak 14 November 2012 dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.

Dua jenis kegiatan yang dikenal sebagai alih daya diatur dalam Pasal 64 UU Ketenagakerjaan, yaitu:
“Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/ buruh yang dibuat secara tertulis” (cetak miring versi penulis).

Pemborongan Pekerjaan diatur dalam Pasal 65 UU Ketenagakerjaan, yaitu sebagai berikut:
1.      Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.
2.      Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syaratsyarat sebagai berikut:
a.    dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
b.    dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;
c.    merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan
d.   tidak menghambat proses produksi secara langsung.
3.      Perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbentuk badan hukum.
4.      Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
5.      Perubahan dan/atau penambahan syaratsyarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
6.      Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/ buruh yang dipekerjakannya.

*      KESIMPULAN

Putusan MK No. 27/PUU-IX/2011 menerapkan lima konsep hukum pembangunan ekonomi, yaitu (i) prediktabilitas, (ii) faktor penyeimbang, dan (iii) definisi dan kejernihan tentang status yaitu: dalam amar putusan, MK menyatakan bahwa “Pasal 65 ayat (7) dan 66 ayat (2) huruf b UU Ketenagakerjaan adalah tidak konstitusional bersyarat (conditionally unconstitutional).” Penerapan (iv) akomodasi yaitu: dalam pertimbangan hukum, MK memberikan pendapat mengenai dua model yang dapat dilaksanakan untuk melindungi hak-hak pekerja/buruh yaitu “perjanjian kerja waktu tidak tertentu” dan “menerapkan prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja/buruh.” Penerapan (v) kemampuan prosedural yaitu: dalam pertimbangan hukum, MK memberikan pendapat apabila pekerja alih daya diberhentikan dengan alasan pergantian perusahaan pemberi jasa pekerja, maka para  pekerja diberi  kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan berdasarkan hal itu kepada pengadilan hubungan industrial sebagai sengketa hak.
Putusan MK No. 27/PUU-IX/2011 juga telah menciptakan keadilan dalam hubungan ekonomi, yaitu: “keadilan dalam hubungan industrial,” salah satu fokus tujuan utama “keadilan dalam hubungan industrial” adalah untuk mencegah dieksploitasinya pekerja oleh pemilik modal tanpa memperhatikan standar penggajian/ upah dan jaminan sosial pekerja/buruh.
Akhir kata dengan lapang dada, maka dapat dikatakan bahwa “Penerapan konsep  hukum pembangunan ekonomi dalam upaya pencegahan eksploitasi pekerja alih daya berdasarkan Putusan MK No. 27/PUU-IX/2011” merupakan salah satu contoh bukti nyata peran hukum terhadap ekonomi.

Komentar

Postingan Populer